ASSALAMUALAIKUM
WR.WB
Nama : SAMALAN NASUTION
Nim : 71153023
Jurusan : ILKOM-1
Fakultas : SAINTEK
Semester : III
Perguruan
Tinggi : UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SUMATERA UTARA
Dosen : DR.JA’FAR, MA
Mata
Kuliah : Akhlak Tasawuf
RESUME
BAB III ( AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL )
Identitas
buku
Judul
buku : GERBANG TASAWUF
Pengarang : DR.JA’FAR, MA
Tahun
terbit : SEPTEMBER 2016
AL-MAQAMAT
DAN
AL-AHWAL
A. DEFENISI
Al-
Maqamat adalah usaha – usaha untuk menempuh perjalanan spiritual (thariqah) berupa tangga – tangga
pendakian spiritual yang disebut al maqamat. Dalam kitab al-Luma , al-Thusi
menjelaskan bahwa maqamat adalah tingkatan seorang hamba dengan Allah Swt. Yang
dibangun atas dasar pelaksanaan ibadah, mujahadah, riyadhah, dan kebersamaan
dengan-Nya.Dalam adab al-Muridin, abu al-Najib al-Suhrawardi, al-maqamat adalah
tingkatan spiritual seorang hamba dalam ibadah dihadapan Allah Swt.
Al-hal
menurut kaum sufi adalah makna yang hadir dalam hati tanpa unsur kesengajaan,
upaya, latihan, dan pemaksaan seperti gembira, sedih, lapang, sempit, rindu,
takut, dan gemetar. Al-hal datang dari Allah dan al-maqamat adalah hasil usaha
yang dilakukan secara terus menerus. Al- Thusi menyebutkan bahwa tingkatan
al-maqamat adalah diawali dari tobat, warak, zuhud, kefakiran, sabar, tawakal,
dan kerelaan. Menurutnya al-ahwal adalah al-muraqabah, al-qurb, al-mahabah, dan
al-yaqin. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
B. PONDASI
AL-MAQAMAT
Dalam
risalah al-Qusyairiah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa menyepi (khalwah) adalah
sifat ahli sufi, dan mengasingkan diri (‘uzlah) menjadi tanda seseorang telah
bersambung dengan Allah Swt. Khalwah (menyepi) adalah pemutusan hubungan dengan
makhluk menuju penyambungan dengan al-Haqq.
Nashr
al-Din al-Thusi mengungkapkan bahwa mengasingkan diri akan dapat mengarahkan
salik meraih pancaran dari Allah Swt. Dalam khalwah dan ‘uzlah, seorang salik
harus menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadhah. Menurut al
Qusyairi, ibadah atau ubudiyah adalah melaksanakan segala apayang diperintahkan
dan menjahui segala yanf dilarang. Menurut Nashr al-Thusi yang merupakan
seorang sufi sekaligus saintis muslim, riyadhah adlah menahan jiwa binatang
agar salik tidak mengikuti kecenderungan terhadap nafsu dan amarah, dan menahan
jiwa rasional agar tidak menuruti insting binatang serta watak dan perbuatan
tercela. Dalam mendapatkan al-maqam dan al-ahwal tertentu, menurut al-Kalabazi,
seorang sufi harus mejalankan amalan-amalan agama secara benar. (DR.JA’FAR
M.A., 53 / 2016)
C. Hierarki
al-maqamat
Dalam
karya-karya tasawuf karangan sufi dari mahzab sunni, akan dapat dilihat ragam
rumusan mengenai al-maqamat sebagai tingkatan yang harus diraih seorang salik
secara mandiri dengan melakukan berbagai ibadah, al-mujahadah, dan al-riyadat
mulai dari maqam pertama sampai pada maqam paling puncak.
1. Tobat
(al-taubah)
Dalam bahasa Indonesia
tobat berarti “sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yang salah atau jahat)
dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan. Hampir semua sufi
sepakat bahwa tobat adalah maqam pertama yang harus diperoleh setiap salik.
Nashr al-Din al-Thusi berpendapat bahwa syarat tobat adalah pengetahuan
terhadap jenis-jenis amal yang akan membawa mafaat (pahala) dan mudrat (dosa).
Menurutnya tobat terdiri atas tiga hal yaitu tobat yang berhubungan dengan masa
lalu, tobat yang berhubungan dengan masa kini, dan tobat yang brhubungan denga
masa depan. Menurut al-Ghazali tobat adalah meninggalkan dosa, dan tidak akan
mungkin dapat meninggalkan dosa bila tidak mengenal macam-macam dosa, sedangkan
hukum mengetahui macam-macam dosa adalah wajib.
2. Warak
(wara’)
Didunia tasawuf, kata
warak ditandai dengan kehati-hatian dan kewaspadaan yang tinggi. Al-Qusyairi
menjelaskan bahwa “wara’ adalah meninggalkan segala hal yang syuhbat. Yahya bin
Mu’awiz berkata “wara’ terbagi menjadi dua, wara’ lahir yaitu semua gerak
aktivtas hanya tertuju kepada Allah Swt. Dan wara’ batin yaitu hati yang tidak
dimasuki apapun kecuali hanya mengingat Allah Swt.
3. Zuhud
(al-zuhud)
Dalam bahasa Indonesia,
zuhud berarti “perihal meninggalkan keduniawian, pertapaan.”. junaid mengatakan
bahwa zuhud adalah “tangan seseorang kosong dari kepemilikan dan kekosongan
hati dari ambisi. Menurut al-Ghazali, zuhud adalah sikap tidak menyukai dunia,
karena ingin berpaling kepada akhirat. Zuhud dapat berarti berpaling dari
selain Allah untuk menuju kepada-Nya.
4. Kefakiran
(al-faqr)
Dalm bahasa indonesia
fakir berarti “orang yang dangat berkekurangan, orang yang terlalu miskin atau
orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai
kesempurnaan batin. Menurut al-Ghazali, fakir dapat bermakna tidak memiliki
harta, ada lima tingkatan fakir, dua diantaranya yang paling tinggi derajatnya
yakni seorang hamba yang tidak suka diberi harta, merasa tersikasa dengan
harta, dan mejaga diri dari kesibukan mencari harta, dan seorang hamba tidak
senang bula mendapatkan harta, dan tidak merasa benci bila tidak mendapatkan
harta. (DR.JA’FAR M.A., 70 / 2016)
5. Sabar
(al-shabr)
Makna sabar adalah
“tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak
lekasa patah hati), tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu
nafsu.”. Dzun al-Nun al-Mishri, pernah mengatakan bahwa “sabar adalh menjahui
hal-hal yang bertentangan, bersikap tenang ketika menelan pahitnya cobaan, dan menampakkan
sikap kaya dengan menyembunyikan sikap kefakiran dalam kehidupan.
6. Tawakal
(al-tawakkul).
Tawakkal berasal dari
bahasa arab, wakila, yakilu, wakilan yang berarti “mempercayakan, memberi,
membuang urusan, bersandar dan bergantung,”. Menurut Nashrr-Dinal-Thusi,
tawakkal adalah “mempercayakan semua urusan kepada Allah memiliki kearifan dan
kekuasaan untuk menjalankan segala urusan sesuai peraturan-Nya.
7. Cinta
(al-mahabah)
Menurut al-Ghazali,
al-mahabah adalah al-maqam sebelum rida. Kaum sufi mendasari ajaran mereka
tentang cinta dengan Alquran, hadis dan atsar. Junaid al-Baghdadi, berkata
“cinta adalah masuknya sifat – sifat kekasih pada sifat – sifat yang
mencintai.”
8. Rida
(al-ridha)
Dalam kamus bahasa
Indonesia, rida adalah “rela atau suka, senang hati, perkenan, dan rahmat. Ibn
khatib mengatakan bahwa “rida adalah tenangnya hati dengan ketetapan (takdir)
Allah Ta’ala dan keserasian hati dengan sesuatu yang dijadikan Allah Ta’ala. (DR.JA’FAR
M.A., 83 / 2016)
D. Al-Maqam
Lainnya
Sebagian
sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat
mencapai maqam seperti makrifat (al-ma’rifah) dan menegaskan bahwa ridha bukan
maqam tertinggi.
E. Mengenal
al-Ahwal
Contoh
al-Ahwal adalah al-muraqabah, al-khauf, al-raja, dan al-syawq.
1. Al-Muraqabah
Seorang hamba memiliki
keadaan al-muraqabah, yakni keyakinan seorang salik bahwa dirinya selalu
diawasi Allah Swt. Dalam berbagai aktivitasnya, sehingga ia hanya akan
melakukan amal kebaikan dalam hidupnya, dan membenci dan tidak akan melakukan
perbuatan maksiat dan dosa.
2. Takut
(al-khauf)
Kata takut disebut
Alquran baik dalam bentuk al-khauf maupun dalam bentuk al-khasyiya, meslipun
maknanya tidak hanya berarti takut kepada Allah. Dalam bentuk al-khauf, disebut
Alquran sebanyak 124 kali terutama dalam bentuk khaufun, yukhafuna, dan
akhafun, sedangkan dalam bentuk yakhsya, khasyiya dengan berbagai bentuknya
disebut 48 kali. Menurut al-Qusyairi, “makna takut kepada Allah Swt. Adalah
takut kepada siksaann-Nya baik di dunia mauoun akhirat.
3. Harap
(al-raja’)
Menurut al-Qusyairi,
raja’ adalah “ketergantungan hati pada sesuatu yang dicintai yang akan terjadi
dimasa akan datang. Abd Allah bin Khubiq berkata “raja’ terdiri atas tiga
bentuk yaitu, orang yang mengerjakan perbuatan baik dan berharap dapat
diterima, orang yang mengerjakan perbuatan jahat dan bertobat, dan berharap
mendapatkan ampunan, dan orang yang berdusta dan tidak mengulangi dosa, seraya
mengharap ampunan.
4. Rindu
(al-syawq)
Al-Ghazali berpendapat
bahwa orang yang memungkiri hakikat cinta kepada Allah Swt., maka pasti ia akam
memungkiri hakikat rindu. Apabila seorang hamba mencintai Allah Swt., maka ia
pasti akan merindukan untuk bertemu dan melihatnya. Para sufi menjelaskan bahwa
al- syawq Al-Qusyairi mengatakan bahwa “rindu adalah keguncangan hati untuk
menenmui yang dicintai (Allah Swt). (DR.JA’FAR M.A., 90 / 2016)
Buku
pembanding :
Identitas Buku
Judul : Akhlak Tasawuf
Penulis : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Penerbit : PT Raja Grafindo Persada Jakarta
Cetakan : Ke-9 Mei 2010
A. MAQOMAT
Secara
bahasa maqomat berarti orang yang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini
kemudian digunakan untuk arti sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seoarang
sufi untuk berada dekat deng Alloh SWT. Untuk maqomat yang harus ditempuh oleh
para sufi adalah sebagai berikut sesuai dengan yang disepakati para ahli:
1. Al-Zuhud
Tidak
ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniaan
2. At-Taubah
Memohon
ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak
akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal
kebajikan.
3. Al-Wara’
Menjauhi
hal yang tidak baik
4. Kefakiran
Tidak
meminta lebih dari yang ada pada diri kita
5. Sabar
Menjauhkan
diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Alloh, tetapi tenang ketika
mendapat cobaan, dan menampakan sikap cukup.
6. Tawakal
Apabila
seorang hamba dihadapan Alloh seperti bangkai dihadapan orang yang
memandikannya, ia mengikuti semua yang memandikan tidak dapat bergerak dan
bertindak.
7. Kerelaan
Menerima
qodo dan qodar Alloh dengan hati yang senang
B. HAL
Hal
merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, sedih, takut dan sebagainya.
Prof. (Dr. H. Abuddin Nata, M.A.905/2010)
C.
MAHABBAH
A. Pengertian, Tujuan fan Kedudukan Mahabbah
Kata
mahabbah berarti mencintai secara mendalam. Kata mahabbah terselebut
selanjutnya digunakan untuk menunjukan pada suatu paham dalam tasawuf. Dalam
hubungan ini mahabbah obyeknya lebih ditujukan kepada Tuhan. Pengertian
mahabbah dari segi tasawuf dikemukakan oleh Al-Qusyairi: “Mmahabbah adalah
keadaan jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah
SWT oleh hamba, selanjutnya yang dicintai itu juga menyatakan cinta kepada yang
dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Alloh SWT.”
B. Alat Untuk Mencapai Mahabbah
Para
ahli tasawuf menjawabnya dengan menggunakan pendekatan psikologi, yaitu
pendekatan yang melihat adanya potensi rohaniyag yang ada pada diri manusia dan
dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat digunakan untuk berhubungan dengan
Tuhan. Yaitu:
1. Al-Qalb adalah hati sanubari sebagai alat
untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan.
2. Roh adalah alat untuk mencintai Tuhan
3. Sir adalah alat untuk melihat Tuhan
C. Tokoh Yang Mengembangkan Mahabbah
Robiah
Al-Adawiayah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashroh di
Irak. Ia hidup antara tahun 713-801 H.( Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.9
05/2010)
KESIMPULAN
al-maqamat
adalah tingkatan iman seorang hamba dalam ibadah dihadapan Allah Swt., dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah Swt,. Dengan selalu melakukan perbaikan diri dari
dengan menjadi lebih baik kedepannya yaitu dengan langkah - langkah berbagai
ibadah, al-mujahadah, dan al-riyadat mulai dari maqam pertama sampai pada maqam
paling puncak.
RELEVANSI DENGAN BIDANG
Meskipun
kita sedang belajar tentang komputer tapi
kita tidak bisa melupakan islam dan kita juga harus selalu berusaha
mendekatkan diri kepada Allah Swt., yang sejatinya adalh tuhan yang maha Esa
dan merupakan penejuk jiwa jika kita mampu membersihkan hati yang ternoda oleh
dosa dan mendekatkan diri pada-Nya. Sehingga kita menjadi lebih baik
kedepannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar